"Welcome to LENTERA ISLAM" Semoga bermanfaat Happy Reading

Rabu, 02 Desember 2015

PUASA DAN KECERDASAN EMOSIONAL


http://aditgalihilustration.deviantart.com/
       Huda Dorge adalah seorang perempuan California, Amerika yang lahir di lingkungan keluarga Katolik dan protestan. Ia dibesarkan dalam kehidupan gereja yang fanatic, karena Ibunya seorang aktifis gereja. Tapi akhirnya masuk Islam karena melihat tatacara kehidupan orang-orang Islam yang menyenangkan hatinya. Dan dari pergaulan itu akhirnya ia memperoleh pelajaran berharga. Bahwa Tuhannya orang Islam (Allah ) itu mempunyai Sembilan puluh Sembilan nama. Dan selama ini ia diajari bahwa dalam suatu bangsa memiliki beberapa kata untuk menyebut sesuatu yang dianggap penting atau terpenting. (Buku Akhirnya  mereka memilih Islam, hal. 122)
Bapaknya mengatakan bahwa orang-orang Amerika menggunakan banyak kata untuk mengungkapkan uang. Orang Eskimo memiliki banyak nama untuk penyebutan Es. Karena Es merupakan bagian terbesar dari kehidupan mereka. Jadi Sembilan puluh Sembilan nama (Asma’ul Husna) adalah sesuatu yang terpenting dalam kehidupan orang-orang Islam. Tuhan Allah menjadi sentral kehidupan muslim.
Gambaran di atas menunjukkan bahwa interaksi yang baik, sikap santun dan ramah bisa mendekatkan diri antar sesama manusia. Bahkan Al-Qur’an mengajarkan kepada manusia bahwa Allah swt. menciptakan beragam manusia itu adalah untuk saling kenal-mengenal. Bahkan keramahan dalam Islam mendapat pujian dan sanjungan. Tersenyum kepada sesama manusia bisa bernilai sedekah. Pada hal biasanya sedekah itu harus mengeluarkan harta ataupun uang.
Puasa bagi umat Islam adalah ibadah yang memiliki dampak luar biasa dalam sosiologis. Bagaimana tidak, orang yang berpuasa bisa melahirkan sikap yang baik sesuai dengan keinginan banyak manusia. Di antaranya adalah membentuk sikap sabar. Yakni sabar dalam menghadapi cobaan, sabar dalam menghadapi liku-liku kehidupan bermasyarakat. Bahkan sabar menghadapi gangguan orang lain. Rasulullah saw. mengajarkan : kalau ada orang lain mengumpatmu, maka jawablah “ ma’af, saya sedang berpuasa.” Artinya Rasulullah mengharapkan orang Islam yang berpuasa bisa menahan diri, walaupun ia sebenarnya mampu membalas kejahatan orang lain.
Orang yang mampu menahan diri adalah orang yang memiliki kecerdasan emosional (emotional intelligence) yang tinggi. Yakni memiliki kemampuan untuk mendeteksi dan mengelola emosi diri sendiri maupun orang lain. Secara garis besar orang tersebut mampu memunculkan potensi positif yang ada dalam dirinya  seperti empati, memahami perasaan, mengendalikan amarah, keramahan, kesetiakawanan dan sikap hormat pada orang lain.
Dan orang yang berpuasa dengan benar akan memperoleh manfa’at tersebut. Yakni dapat pahala dan juga dapat perubahan sikap. Rasulullah saw. pernah bersabda dalam Haditsnya : Man lam yada’ qaulaz zuur wal ‘amala bihi wal jahla falaisa lillahi haajatun fie an yada’a tha’amahu wa syarabahu.”  Barang siapa tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta, serta berbuat bodoh, maka Allah tidak butuh terhadap pekerjaan meninggalkan makan dan minumnya (puasanya).” (H.R.Bukhari).
Hadits tersebut  jelas bahwa Islam mengajarkan orang yang berpuasa di samping agar menahan diri dari makan dan minum, tapi juga menahan diri dari perkataan serta perbuatan jahat. Seperti berbohong, adu domba, gossip, mengumpat dan sikap-sikap buruk sejenisnya. Sehingga puasa yang bermakna imsak (menahan diri) betul-betul total membentuk sikap yang tawadlu’. Sikap rendah hati dan solider. Dan ini bisa dirasakan dalam setiap kehidupan orang-orang berpuasa, maka terasa hidup perdamaian dan menenangkan. Wallahu a’lam bis shawab.

K. H. Drs. A. Mahfudz Anwar, MA
(Pengasuh Pesantren Al-Hamidiyah, Depok)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar