![]() |
http://aditgalihilustration.deviantart.com/ |
Huda Dorge
adalah seorang perempuan California, Amerika yang lahir di lingkungan keluarga
Katolik dan protestan. Ia dibesarkan dalam kehidupan gereja yang fanatic,
karena Ibunya seorang aktifis gereja. Tapi akhirnya masuk Islam karena melihat
tatacara kehidupan orang-orang Islam yang menyenangkan hatinya. Dan dari
pergaulan itu akhirnya ia memperoleh pelajaran berharga. Bahwa Tuhannya orang
Islam (Allah ) itu mempunyai Sembilan puluh Sembilan nama. Dan selama ini ia
diajari bahwa dalam suatu bangsa memiliki beberapa kata untuk menyebut sesuatu
yang dianggap penting atau terpenting. (Buku Akhirnya mereka memilih Islam, hal. 122)
Bapaknya mengatakan bahwa orang-orang Amerika menggunakan banyak
kata untuk mengungkapkan uang. Orang Eskimo memiliki banyak nama untuk
penyebutan Es. Karena Es merupakan bagian terbesar dari kehidupan mereka. Jadi
Sembilan puluh Sembilan nama (Asma’ul Husna) adalah sesuatu yang terpenting
dalam kehidupan orang-orang Islam. Tuhan Allah menjadi sentral kehidupan
muslim.
Gambaran di atas menunjukkan bahwa interaksi yang baik, sikap
santun dan ramah bisa mendekatkan diri antar sesama manusia. Bahkan Al-Qur’an
mengajarkan kepada manusia bahwa Allah swt. menciptakan beragam manusia itu
adalah untuk saling kenal-mengenal. Bahkan keramahan dalam Islam mendapat
pujian dan sanjungan. Tersenyum kepada sesama manusia bisa bernilai sedekah.
Pada hal biasanya sedekah itu harus mengeluarkan harta ataupun uang.
Puasa bagi umat Islam adalah ibadah yang memiliki dampak luar biasa
dalam sosiologis. Bagaimana tidak, orang yang berpuasa bisa melahirkan sikap
yang baik sesuai dengan keinginan banyak manusia. Di antaranya adalah membentuk
sikap sabar. Yakni sabar dalam menghadapi cobaan, sabar dalam menghadapi
liku-liku kehidupan bermasyarakat. Bahkan sabar menghadapi gangguan orang lain.
Rasulullah saw. mengajarkan : kalau ada orang lain mengumpatmu, maka jawablah “
ma’af, saya sedang berpuasa.” Artinya Rasulullah mengharapkan orang Islam yang
berpuasa bisa menahan diri, walaupun ia sebenarnya mampu membalas kejahatan
orang lain.
Orang yang mampu menahan diri adalah orang yang memiliki kecerdasan
emosional (emotional intelligence) yang tinggi. Yakni memiliki kemampuan
untuk mendeteksi dan mengelola emosi diri sendiri maupun orang lain. Secara
garis besar orang tersebut mampu memunculkan potensi positif yang ada dalam
dirinya seperti empati, memahami
perasaan, mengendalikan amarah, keramahan, kesetiakawanan dan sikap hormat pada
orang lain.
Dan orang yang berpuasa dengan benar akan memperoleh manfa’at
tersebut. Yakni dapat pahala dan juga dapat perubahan sikap. Rasulullah saw.
pernah bersabda dalam Haditsnya : Man lam yada’ qaulaz zuur wal ‘amala bihi
wal jahla falaisa lillahi haajatun fie an yada’a tha’amahu wa syarabahu.” Barang siapa tidak meninggalkan perkataan dan
perbuatan dusta, serta berbuat bodoh, maka Allah tidak butuh terhadap pekerjaan
meninggalkan makan dan minumnya (puasanya).” (H.R.Bukhari).
Hadits tersebut jelas bahwa
Islam mengajarkan orang yang berpuasa di samping agar menahan diri dari makan
dan minum, tapi juga menahan diri dari perkataan serta perbuatan jahat. Seperti
berbohong, adu domba, gossip, mengumpat dan sikap-sikap buruk sejenisnya.
Sehingga puasa yang bermakna imsak (menahan diri) betul-betul total
membentuk sikap yang tawadlu’. Sikap rendah hati dan solider. Dan ini
bisa dirasakan dalam setiap kehidupan orang-orang berpuasa, maka terasa hidup perdamaian
dan menenangkan. Wallahu a’lam bis shawab.
K.
H. Drs. A. Mahfudz Anwar, MA
(Pengasuh
Pesantren Al-Hamidiyah, Depok)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar