"Welcome to LENTERA ISLAM" Semoga bermanfaat Happy Reading

Sabtu, 12 Desember 2009

Rahasia Bulan Muharram



Bulan Muharram adalah bulan yang dimuliakan oleh Allah swt. dan umat Islam. Dalam Al-Qur’an disebutkan : di dalam bulan Haram yang ada empat dan salah satunya terdapat bulan Muharram, agar umat Islam tidak berbuat aniaya (dzalim). Tapi sebaliknya, justru agar kita menghormatinya. Dan kini kita jumpai berbagai macam cara dilakukan oleh orang untuk menghormati bulan Muharram. Ada yang wajar dan ada yang tidak wajar, artinya ada yang benar dan ada yang menyimpang dari ajaran Islam. Lalu bagaimana yang sebenarnya ?
Read More..

Sabtu, 05 Desember 2009

Munculnya Aliran Sempalan

Di Indonesia pada umumnya dan Jawa Barat khususnya hingga hari ini masih sering dikagetkan berita munculnya aliran sempalan (sesat). Seperti sering munculnya Nabi-nabi palsu yang sangat menyesatkan dan menyita perhatian banyak orang. Dan beberapa aliran sesat lainnya yang mengatas namakan agama yang paling benar. Dan hal ini menjadikan citra Departeman Agama (Depag.) yang selalu disorot paling duluan. Misalnya dengan kata-kata sinis sebagian masyarakat :”Ngapain aja sih kerjaan Depag ?” atau ”Di mana sih peran Depag ?”. Hal demikian boleh saja membuat telinga kita merah, tapi tidak boleh terpancing marah. Introspeksi adalah salah satu langkah yang terbaik untuk dijadikan sebagai landasan penyusunan program yang lebih baik lagi.

Contoh kasus tentang aliran sesat ”Inkar Sunnah” yang sudah jelas-jelas telah dilarang dengan adanya Fatwa M U I (Majelis Ulama Indonesia) tanggal 27 Juni 1983 dan Surat Keputusan Jaksa Agung RI. Nomor : Kep-085/J-A/9/1985. Aliran yang secara formal pernah berkembang di Indonesia dengan tokoh intelektualnya Nazwar Samsu dan Dailami Lubis ( buku-bukunya juga sudah dilarang beredar di seluruh Indonesia ini).
Sekedar mengingatkan saja, bahwa sebagian ajaran pokok aliran Inkar Sunnah yang dianggap sesat adalah : mereka tidak percaya kepada semua sunnah/hadits Nabi saw; Dasar hukum Islam hanya Al-Qur’an saja, Mereka tidak wajib puasa Ramadlan kalau tidak melihat langsung tanggal satu/hilal (yang wajib hanya yang melihat saja) dll. Aliran semacam ini sekalipun sudah dilarang secara formal, tapi secara praktek di lapangan tidak menutup kemungkinan akan muncul dalam bentuk lain dan nama lain.

Peran Penyuluh Agama

Penyuluh Agama merupakan salah satu organ dari Departemen Agama yang dipandang sebagai wajah paling depan, karena tugas utamanya berhadapan langsung dengan masyarakat (wilayah publik). Oleh karena itu tampilan para penyuluh itu bisa menentukan citra baik atau buruknya Depag. di mata masyarakat luas. Penyuluh tidak hanya sekedar memberi ceramah di Majelis Taklim atau Khutbah jum’at di masjid. Tapi mereka juga ditunut lebih jauh dari itu, harus mampu dekat dengan umat dan mengambil hati masyarakat di sekitarnya. Pencitraan Depag. bisa dilakukan oleh para penyuluh, jika mereka memang capable dan mumpuni.

Untuk itu peran penyuluh agama sebagai penerang masyarakat juga sebagai guru yang bisa menyuarakan program-program Depag. Melalui edukasi publik. Terlebih Depag. mengemban amanat menjaga akidah dan moral umat. Paling tidak, dapat berperan sebagai pendamping umat dalam menjalankan tugas-tugas kekhalifahan dan keumatan secara bersamaan.
Peran penyelamatan akidah umat misalnya dapat dilakukan dengan pendampingan dalam kehidupan sehari-hari melalui bimbingan dan pemantauan kegiatan ibadah. Baik di pusat-pusat peribadatan seperti mushalla, masjid atau majelis taklim. Bahkan kegiatan-kegiatan ibadah di padepokan-padepokan atau dari rumah ke rumah yang kini marak di lakukan di kota-kota.

Diteksi Dini

Untuk mencegah terjadinya aliran-aliran sempalan yang meresahkan masyarakat, maka perlu ada hal-hal yang harus dilakukan. Pertama, Pihak Depag, khususnya Penamas, hendaknya merekrut para penyuluh Agama yang memenuhi persyaratan minimal sebagai penyuluh di samping punya moral yang baik di depan masyarakat. Kedua, Pembekalan dengan juklak yang rinci yang dikeluarkan oleh Depag dan disosialisasikan secara berkesinambungan. Ketiga, Penyuluh Non PNS hendaknya dibekali dengan pembekalan yang sama dengan penyuluh PNS, agar dapat berjalan seiring dan saling memperkuat.
Di samping ketiga hal tersebut masih banyak hal yang harus dilakukan, misalnya berkoordinasi dengan pihak-pihak lain. Penyuluh di desa atau kelurahan hendaknya dikoordinasikan dengan program-program yang ada di kelurahan tersebut (tempat tugas/domisili Penyuluh). Program peningkatan mutu SDM (Sumber daya Manusia) bagi Penyuluh dilakukan secara berkelanjutan dan bisa bekerjasama dengan instansi terkait lainnya. Misalnya saja bekerja sama dengan Kejaksaan Negeri setempat dalam kaitan informasi tentang aliran-aliran sesat dari kacamata hukum. Juga bekerjasama dengan Kepolisian dalam kaitan informasi penyalah gunaan Narkotika/obat-obatan terlarang, penanganan/pencegahan prostitusi, penanggulangan traficking, KDRT (Kekerasan dalam Rumah Tangga), aborsi dan pelanggaran-pelanggaran susila lainnya.

Sinergi antara penyuluh Agama/Depag dengan pihak-pihak terkait lainnya, selain memudahkan beban tugas para penyuluh (karena adanya informasi yang akurat ), juga dapat meningkatkan confident (percaya diri) para penyuluh dan meningkatkan citra positif Departemen Agama di tengah-tengah masyarakat. Sekian . Wallahu a’lam.




H. A. Mahfudz Anwar
(Penyuluh Agama Non PNS, Kota Depok)

Read More..

Selasa, 13 Oktober 2009

Tutup Puasa dengan I'tikaf


“Jama’ah Shalat Terawihnya semakin maju”, kata seorang pengurus DKM (Dewan Kemakmuran Masjid) masjid di sebuah kompleks perumahan. Jangan keburu senang atau keliru persepsi. Yang dimaksud maju oleh Bapak DKM tersebut bukan semakin hebat jama’ahnya, tapi sebaliknya justru semakin berkurang. Coba bayangkan, pada waktu minggu-minggu pertama bulan Ramadlan hampir semua masjid atau mushalla penuh sesak jama’ah yang shalat Terawih. Tapi begitu memasuki pertengahan bulan puasa jama’ah mulai berkurang.

Memang bisa saja orang beralasan. Ada yang bilang : mungkin disebabkan Ibu-ibu banyak yang datang bulan (uzur syar’i). Ada yang mengatakan mungkin Ibu-ibu mulai sibuk bikin kuwe lebaran. Benar saja, itu bagi Ibu-ibu. Tapi kenyataannya bukan hanya ibu-ibu yang tidak datang ke masjid, tapi juga bapak-bapak. Lantas ada yang bilang, “Oo mungkin karena sudah banyak yang pulang kampong”. Yang jelas banyak sekali alas an yang dikemukakan atas bentuk kemajuan shaf (barisab) jama’ah shalat terawih.

Persoalannya, sebenarnya tidak terletak pada semua alasan tersebut. Persoalan yang sesungguhnya, adalah minimnya pengetahuan (keagamaan) tentang urgensi shalat malam atau terawih bagi shaimin dan shaimat. Bukankah semakin akhir Ramadlan justru semakin besar pahalanya.? Semakin bernilai transenden ? Ibaratnya orang pertandingan sepak bola, punya urutan yang lazim. Pertama disebut babak penyisihan, urutan kedua; babak semi final. Dan yang paling berat adalah babak final. Di mana semua peserta lomba harus meningkatkan stamina dan kemampuan bertandingnya. Demikian juga dalam menghadapi detik-detik ramadlan yang merambat menuju tangga terakhir (likuran, jw.)

Kontemplasi


Rasulullah saw. mengajarkan kepada para isterinya, sahabat-sahabatnya dan juga kita semua, bahwa menutup Ramadlan hendaknya semakin dekat dengan Allah. Semakin memperbanyak ihyau layali (melek malam). Semakin sering berada di masjid. Kalau biasanya banyak kerja di kantor atau tempat kerja, maka semakin akhir hendaknya sesering mungkin berada di masjid. Maka Rasulullah saw. mengajarkan kita untuk ber-I’tikaf di masjid. Bahkan Nabi saw. bukan hanya semalam atau dua malam, tapi sepuluh malam terakhir bulan Ramadlan.

Apa itu I’tikaf ? I’tikaf itu ya berdiam diri di masjid. Berdiam saja, nggak ngapa-ngapain. Lalu mungkin ada yang bertanya; untuk apa berdiam diri di dalam masjid.? Tentu saja pertanyaan semacam itu logis saja bagi manusia. Apa lagi manusia modern yang sibuk dengan aktifitas duniawi seperti sekarang ini. Kok buang-buang waktu saja, begitu gerutunya. Pada hal kalau mau tahu, yang namanya I’tikaf itu merupakan kontemplasi tingkat tinggi. Di mana seseorang butuh satu waktu untuk berdiam diri secara fisik. Tangan, kaki dan seluruh anggota tubuh tidak banyak bergerak. Bila perlu duduk bersimpuh. Untuk ber-munajat kepada Sang Pencipta; Allah Rabbul jalali.

Dengan berdiam diri itulah, sa’at yang tepat untuk merenung, introspeksi dan koreksi atas perbuatan kita selama satu tahun yang telah lampau. Plus-minusnya dari tindakan kita. Apakah sudah sesuai perjalanan kita dengan tuntunan Tuhan atau masih jauh dari tatanan dan tuntunan kosmic dan syar’i. Hukum alam (sunnatullah) atau syari’at-Nya. Kalau belum, di bagian mana yang kurang. Kalau masih banyak penyimpangan yang mana yang harus dikembalikan pada rel yang benar. Lalu rencana ke depan, apa yang harus kita kerjakan. Masa depan di dunia, juga masa depan di akhirat. Firman-Nya “wal-tandzur nafsum maa qaddamat lighad”. Semua orang hendaknya mau melihat pekerjaan yang sudah untuk melangkah ke depan.

Toleran


Dengan puasa yang penuh ketekunan dan keikhlasan memungkinkan manusia untuk melakukan penghayatan spiritual. Melakukan perenungan yang salah satunya bersedia menyisihkan sebagian waktunya untuk ber-I’tikaf di masjid. Sebab dengan I’tikaf itulah seseorang dapat keheningan dan kebeningan hati. Suara hati akan terdengar nyaring oleh pemilik telinga.

Dengan begitu setiap tarikan nafas orang yang melakukan I’tikaf akan dapat merasakan bahwa manusia itu kecil di hadapan Tuhannya. Merasa tak berdaya dibanding dengan kebesaran Tuhan yang mencipta dan mengatur kosmos semesta ini. Jadi yang besar itu hanya Tuhan. Bukan manusia, sekalipun berpangkat maupun berharta atau berlimpah dunia. Mengapademikian ? Karena ia mengetahui jika penya jabatan, itu hanyalah titipan Tuhan yang sebentar lagi akan diambil kembali oleh yang menitipkannya. Kalau ia punya harta kekayaan, maka ia sadar bahwa harta itu juga titipan. Pemilik yang hakiki adalah Yang Maha pemberi adan Maha Pemurah, yaitu Allah swt. Lantas bagaimana dengan hak manusia ?

Hak manusia hanya berhak memanfa’atkan. Berhak menikmati tanpa harus merusak. Maka Allah swt. juga memberi tahu kepada kita bahwa kepemilikan harta dunia itu hanya kamuflase. “Wamal-hayatud dun ya illa mata’ul ghuruur”, tiadalah kehidupan dunia itu kecuali hanya tipuan belaka.” Artinya kesengan dunia hanya sesa’at, tidak abadi. Maka dari pemahaman itulah seseorang yang lulus dalam I’tikafnya akan merasa senasib dan sepenanggungan dengan orang-orang lain yang ada di sekitarnya. Karena pemahaman inilah , maka ia hormat pada orang lain. Bisa memahami keberadaan orang lain dan bisa bekerja dengan orang lain. “Lita’arafuu”, untuk saling kenal dan “ta’awun”, saling Bantu membantu untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Jadi semakin toleran terhadap orang lain. Karena merasa saling menyangi dan disayangi.

Semoga puasa yang kita lakukan selama Ramadlan kali ini dapat mendorong kita untuk mengakhirinya dengan ber-T’ikaf di masjid-masjid. Guna menyempurnakan ibadah kita, sehingga meraih derajat taqwa yang sebenar-benarnya. Wallahu a’lam bis shawab.
Read More..

Kamis, 01 Oktober 2009

Tawakal Cinta



“Sesungguhnya Allah itu mencintai orang-orang yang bertawakal.”( Q.S. Ali Imran : 159). Maka logikanya orang yang bertawakal akan memperoleh cintanya Allah. Dan kalau sudah dicintai oleh Allah, maka apa pun yang diinginkannya, pasti akan terkabul. Sebab mencintai, berarti memberi. Allah Yang Mencintai seseorang, tentu akan memberi apa saja yang menurut Allah baik bagi orang Yang Dicintainya. Dalam kehidupan sehari-hari banyak orang yang mengira bahwa Allah itu tidak adil. Padahal setiap hari Allah mengedar rizki dan berbagai macam anugrah buat semua orang yang ada di muka bumi ini. Apalagi bagi orang yang berserah diri kepada Kekuatan Allah. Mereka akan merasakan kecukupan dalam setiap kebutuhan hidupnya. Sebab Allah sudah menakar pemberian-Nya kepada hamba-Nya sesuai dengan kebutuhan.
Coba perhatikan perilaku manusia yang baik terhadap anaknya. Dengan rasa cintanya, seorang tua akan memberi segala sesuatu yang dibutuhkan oleh anak-anak nya. Dan pemberian itu disesuaikan dengan kebutuhan anaknya. Anak yang masih kecil dibelikan susu botol. Anak remajanya diberi uang untuk beli jajanan bakso, anak yang hampir menikah dibelikan baju pengantin dan begitu seterusnya. Jadi ukuran pemberian orang tua kepada anak disesuaikan dengan kebutuhan anak. Tidak disesuaikan dengan kebutuhan orang tua. Begitulah logika sederhana perhatian Tuhan terhadap manusia sebagai hamba-Nya yang dicinta. Tak ada alasan bagi –Nya untuk tidak memberi kebutuhan hamba-Nya yang bergantung kepada-Nya. Allah semakin senang, jika hamba-Nya semakin mendekati-Nya. Semakin cengeng kepada Tuhan, maka Ia akan merasa Iba dan kasihan kepadanya. Sehingga Allah tak segan-segan memberi apa saja yang mereka minta kepada-Nya. Hanya Kepada Allah.
Orang yang tidak berserah diri kepada Allah adalah orang yang masih dihinggapi sifat sombong. Sebab ia merasa bisa melakukan segala sesuatu tanpa bantuan Allah. Padahal semua pekerjaan kita tak ada satupun yang lepas dari bantuan Allah. Misal orang berdagang ada yang laku laris, ada yang laku sedang-sedang saja dan ada pula yang tidak laku sama sekali. Mengapa demikian ? Sebab usaha manusia hanya merupakan sebab atau wasilah dari suatu keberhasilan. Hanya perantara saja. Sedangkan hasil atau tidaknya tergantung pada keputusan Allah swt.
Orang yang bergantung kepada keputusan Allah adalah sebagai tanda rasa cintanya kepada Tuhannya. Dan inilah yang menjadi tuntutan setiap manusia yang bertuhan. Kenapa manusia harus bergantung kepada Kekuatan Tuhan, sebab selain Tuhan tidak ada yang mempunyai kekuatan seperti kekuatan Tuhan Yang luar biasa dahsyatnya. Demikian juga makhluk selain Tuhan, mereka juga butuh hidup seperti kita juga. Mereka butuh hidup, butuh pertolongan dan butuh gantungan. Maka aneh jika ada manusia yang dalam hidupnya tidak mau bergantung kepada Tuhan. Bukankah Tuhan Allah Yang Maha Mulia dan Perkasa ?
Mencari backing kepada makhluk tak ubahnya mencari perlindungan di balik rumah laba-laba (ankabut). Tertiup angin sedikit saja bisa rusak. Apa lagi percaya bahwa kekuatan manusia mampu menghasilkan kekuatan energi yang mampu mendorong manusia untuk berhasil. Sama sekali tidak demikian. Sebab keberhasilan manusia hanya tergantung pada Allah semata. Maka rizki yang kita cari bukan dari orang lain. Tapi dari Allah swt. yang kita mohon agar menggetarkan orang lain buat pemenuhan kebutuhan kita. Itulah fungsi do’a di hadapan Allah swt. Maka dalam ibadah puasa sebenarnya adalah membersihkan akidah tauhid setiap manusia yang beriman. Puasa bukannya menjadikan gila kerja, tapi puasa mengantarkan manusia menyeimbangkan kerja. Seimbang antara kebutuhan manusia dan iradah Allah. Seimbang antara kebutuhan duniawi dan kebutuhan ukhrawi. Ibarat kata : siang jadi tentara, malam jadi malaikat.
Bukan Cinta Buta
Mencintai Allah bukan berarti membabi buta. Siang dan malam hanya untuk shalat saja - misalnya. Tapi cinta kepada Allah adalah jika kita mampu memberikan cinta yang sesuai dengan porsinya. Itulah sebabnya Nabi saw. mengajarkan : ”bahwa Allah punya hak yang harus kita tunaikan, kita juga punya hak yang harus kita berikan, istri kita juga punya hak yang wajib kita berikan. Dan begitu juga semua manusia yang ada di sekitar kita memiliki hak yang harus kita berikan kepadanya”.
Maka orang muslim yang berakhlak mulia adalah orang yang mampu memberikan hak kepada setiap yang memiliki haknya. Tidak berani ngembat milik orang lain. Apalagi ngembat milik Tuhan. Penyembahan kepada Tuhan adalah hak Allah yang harus kita tunaikan. Jika kita tidak berpuasa Ramadlan-misalnya itu artinya sama saja dengan ngembat milik Tuhan. Jika kita berani mengatakan kita mencintai-Nya, maka kita harus berani berkurban untuk-Nya. Berpuasa dengan lapar dan haus adalah sebagian dari pengurbanan kita. Dan tiada pengurbanan tanpa ada imbalan. Setiap pengurbanan pasti akan mendatangkan imbalan yang setimpal. ”Al-Ujratu bi-qadrit-ta’ab: imbalan itu seimbang dengan kepayahannya.” Maka semakin maksimal usaha seseorang, maka semakin maksimal pula ganjarannya.
Semoga di bulan yang suci ini kita termasuk orang yang mencintai Allah dengan setulus hati. Dan termasuk orang yang mampu membuktikan rasa cinta itu di hadapan Sang Khalik Yang Maha Rahiem. Tidak sekedar di hadapan sesama manusia. Wallahu a’lam bis shawab.
Read More..

Selasa, 29 September 2009

Tawakkal Bukan Putus Asa


Tawakal sering disalah artikan oleh banyak orang. “Ah, saya tawakal saja”, begitu gumamnya ketika malas bekerja dalam kemiskinannya. Pada hal yang sesungguhnya tawakal itu “berserah diri kepada Allah swt”. Menggantungkan usahanya kepada Allah swt. setelah berusaha maksimal. Dan menyandarkan kekuatannya kepada kekuatan Tuhan Yang Maha Kuat.

Ketika seseorang menyatakan dirinya bertawakal kepada Allah swt, maka orang tersebut semestinya memperoleh kekuatan baru, kekuatan yang datang dari Allah swt. Sebab orang yang tawakal itu tidak mengenal putus asa dalam hidupnya. Mengapa demikian ? Karena tawakal kepada Allah swt. itu merasa dibantu oleh Tuhan yang Maha Hidup dan tak pernah mati. Artinya sebagai tempat bergantung yang tak ada batas akhirnya. Berbeda halnya jika bergantung kepada selain Allah (makhluk); pasti ada batasnya. Ada akhirnya, bisa usang, bisa lapuk, bahkan bisa lenyap dari muka bumi ini.

Karena itu orang yang tawakal merasa tenang dalam menghadapi kehidupan ini. Apa pun persoalannya, kecil maupun besar dihadapi dengan tenang dan tidak emosional. Ia yakin bahwa usahanya tidak akan sia-sia. Setiap apa yang dikerjakan ia yakini membawa dampak. Apa lagi perbuatan baik, pasti berakhir baik pula. Jadi ia yakin bahwa janji Allah itu pasti kan datang kepadanya.

Tidak Gentar

Dalam sejarah Islam dituturkan, ketika umat Islam diprofokasi oleh orang-orang munafik agar memboikot instruksi Nabi saw. tentang perang Badar. Mereka mengatakan “Hasbunallah wa nikmal wakiel”, cukup Allah Yang melindungi kami, karena Dia-lah sebaik-baik Pelindung. Jadi sa’at itu umat Islam (yang diprofokasi) bukannya patah semangat, tapi sebaliknya justru berkobar-kobar semangat joangnya. Segala kemampuan mereka kerahkan untuk jihad melawan musuh. Harta dan jiwanya mereka curahkan sepenuhnya untuk kepentingan jihad itu.

Pada hal mereka tahu bahwa kekuatan fisik maupun ketersediaan logistik musuh jauh lebih hebat dari pada persiapan kaum muslimin. Dengan modal pas-pasan, tapi semangat maksimal akhirnya mereka tidak gentar sedikitpun menghadapi musuh yang jauh lebih kuat. Mereka yakin bahwa mereka bekerja dalam bimbingan Tuhannya, maka Tuhan pun menolongnya. Dan akhirnya mereka peroleh kemenangan gemilang berkat Fadlal dan Rahmat-Nya, tanpa ada hambatan yang berarti.

Dalam menggambarkan keberhasilan mereka, Allah swt. menandaskan dalam firman-Nya : “Betapa banyak kelompok yang sedikit bisa mengalahkan kelompok yang lebih besar.” Hal ini meyakinkan kepada kita bahwa orang yang tawakal itu tidak gentar menghadapi apa pun. Asal dia berjalan dan bergerak dalam aturan Allah. Karena aturan Allah dibuat bukan untuk memberatkan manusia, tapi justru sebaliknya membuat kemudahan dalam hidup ini. Maka sebenarnya dalam keterpurukan ekonomi bangsa Indonesia seperti sekarang ini tidak menjadikan kecil hati bagi orang yang tawakal. Tapi menjadikan cambuk untuk bangkit berusaha dan bekerja maksimal yang sesuai dengan aturan Allah. Himpitan ekonomi tidak menjauhkan diri dari Allah, tapi malah semakin mendekatkan diri kepada – Nya.

Produktifitas tinggi

Nabi saw. Mencontohkan tawakal itu seperti perilaku burung. Sabdanya : “ Burung itu kalau pagi perutnya kosong, lalu terbang ke sana ke mari mencari makan dan sore hari kembali ke sarangnya dalam keadaan perut kenyang.” Artinya, ini pelajaran bagi orang Islam yang tawakal itu semakin produktif hidupnya. Tidak mau diam, sampai terpenuhi kebutuhan hidupnya, kebutuhan anak dan isterinya. Yakni kebutuhan yang mencukupi untuk sarana ibadah kepada Allah swt. Kebutuhan makan misalnya, dicari yang halal untuk menjaga dan menambah kekuatan fisiknya agar kuat puasa dengan sahur yang bergizi dan berbuka yang lezat dan menyenangkan. Bahkan berusaha memberi makan untuk teman-temannya yang berbuka puasa (ta’jil). Kebutuhan rumah, dicari rumah yang bisa menaungi keluarganya dan mampu menampung tamu-tamunya yang datang. Sehingga ia dapat menghormati tamu dengan baik (ikramudl dlaif).

Oleh karena itu orang yang tawakal tidak pernah stress apa lagi gila. Baik gila harta, gila jabatan, apa lagi gila beneran. Bagaimana mungkin ? Orang tawakal itu berfikirnya pas, sesuai dengan takaran. Dan bekerja pun sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Tidak ngoyo, tidak memaksakan diri, tidak melampaui batas. Kerja kerasnya terukur. Kerja terus, tapi di sa’at azan, ia pun shalat. Dan targetnya juga terukur, tidak mau melampaui batas kemampuan yang bisa jadi menyebabkan korupsi dsb. Jika targetnya tidak tercapai, dikembalikan kepada Allah swt. Keyakinannya terhadap kehendak (Iradah) Allah menjadikan peran dirinya dalam hidup ini hanya sebatas kemampuan yang diberi Allah.

Maka orang yang tawakal selalu sadar bahwa tidak selalu modal kecil untung kecil, modal besar untung besar. Bisa saja terjadi sebaliknya. Karena hanya Allah yang mampu memberi keuntungan atau kerugian. Yang penting bagi dirinya adalah kerja keras dan tidak melanggar aturan. Logikanya semakin tepat dengan aturan , maka semakin mendekati keberhasilan. Wal-hasil dunia tidak dikejar, tapi dunia yang akan mengejar. Sebab setiap prestasi akan mendatangkan bonus tersendiri. Dan setiap pelanggaran akan mendatangkan kerugian. Maka (seperti dalam sejarah) wajar kalau Nabi Musa alaihis salam sukses berjuang dan selamat dari ancaman Fir’aun, karena ia mengatakan :”wa ufawwidlu amri ilallah,” dan aku serahkan sepenuhnya urusanku kepada Allah. Dalam hal itu ia katakan setelah berjuang keras, baru menyatakan berserah diri kepada Allah.

Kalau kita belajar dari kisah perjalanan sukses Nabi Musa tersebut, maka Fir’aunisme yang sekarang merajalela tidak menjadi penghalang dalam optimisme hidup ini. Semoga akan muncul Musa - Musa abad modern yang mampu menyelamatkan umat ini dari keterpurukan dan kehancuran. Wallahu a’lam bis shawab.

Read More..

Minggu, 20 September 2009

Puasa Syahwat



Ketika Rasulullah saw. menjelaskan manfa’at puasa di antaranya disebutkan bahwa puasa itu berfungsi sebagai perisai bagi seorang muslim. Meskipun - asal sasaran hadits tersebut adalah pemuda yang belum mampu menikah, Beliau sarankan agar hari-harinya diisi dengan berpuasa untuk memecah sahwat. Namun ketentuan ini berlaku umum. Artinya puasa bisa menjadi benteng pertahanan bagi siapa saja yang mau berpuasa.
Tentu saja yang dimaksud oleh Rasulullah saw. tersebut adalah menahan sahwat (nafsu birahi) terhadap wanita atau lawan jenis. Sebab puasa pada dasarnya tidak hanya menahan nafsu makan dan minum, tapi juga nafsu berhubungan sebadan. Hal ini jelas bahwa puasa tidak hanya melatik ketahanan fisik saja, tapi juga melatih pertahanan mental spiritual.
Kontemplasi yang dilakukan dalam peribadatan puasa diharapkan dapat mencapai tujuan akhir puasa, yaitu menjadi manusia yang bertaqwa ( Q.S.Al-Baqarah: 183). Dan manusia bertaqwa adalah manusia yang mantab keyakinannya dan benar amal perbuatannya. Atau dalam kata lain, yaitu orang yang beriman dan beramal shaleh. Maka dari pada itu Imam besar Al-Ghazali Guru Besar Sufi dalam kitabnya Ihyau Ulumid Dien menjelaskan bahwa puasa itu identik dengan sabar, sedangkan sabar itu setengah dari pada Iman.

Maka jelaslah bahwa orang berpuasa dengan niat yang benar (ikhlas semata-mata karena Allah swt), akan memiliki sifat dan sikap yang penyabar dan penyayang. Karena hati mereka sudah biasa terlatih dalam kesabaran. Sabar menunda tidak makan walau lapar, sabar tidak minum meskipun haus dan sabar menunda tidak menggauli istrinya sekalipun punya hasrat –libido- di siang hari.

-Syahwat Terkontrol

Syahwat ingin makan pada sa’at berpuasa bisa dicegah dengan melakukan berbagai aktifitas baik bersifat rohani maupun bersifat jasmani. Dan sahwat ingin minum bisa juga ditahan dengan mengurangi kegiatan yang menguras energi fisik. Apa lagi nafsu biologis ingin bersebadan dengan perempuan atau istri bisa ditahan dengan mengurangi asupan yang berkolesterol tinggi yang membuat darah menjadi hot (tegangan tinggi) seperti konsumsi daging kambing dan sejenisnya.

Jadi dengan berpuasa seseorang bisa mengontrol tiga nafsu keinginan sekali gus, makan, minum dan berhubungan sebadan. Dan ini sesuai dengan tu7ntunan Rasulullah saw yang membebaskan konsumsi segala jenis makanan dan minuman, kecuali yang diharamkan. Maka seseorang yang berpuasa mengendalikan nafsu makan di siang hari yang memang kebiasaan itu dilakukan di siang hari. Sedangkan di malam hari digunakan untuk istirahat atau tidur. Dampak dari latihan itu akan menjadi terlatih mampu menahan diri dari makanan yang tidak baik dan tidak halal. Sebagaimana Allah swt. melarang secara umum kepada kita untuk tidak makan makanan secara batil /proses yang tidak halal. (Q.S. An-Nisa’:29).


Korupsi yang marak akhir-akhir ini merupakan bagian dari cara memperoleh harta/makan barang secara batil/tidak halal. Dan prosesnya yang tidak benar itulah yang dilarang agama seperti dalam ayat tersebut. Hal itu karena akan menimbulkan penindasan dan pemiskinan bagi orang lain. Juga akan memunculkan sifat serakah bagi pelakunya. Dan itu akan berdampak dicabutnya berkah dari muka bumi, seperti yang terjadi pada umatnya Nabi musa yang serakah terhadap makanan Manna dan Salwa. Maka orang yang berpuasa akan melahirkan sifat qana’ah (tidak serakah), sebab ia merasa cukup dengan rizki yang ia peroleh dengan cara yang halal saja.

Sedangkan syahwat biologis bisa lebih terkontrol dengan menjalankan ibadah puasa dengan ikhlas karena Allah swt. Sebab puasa tidak bisa dilihat/diawasi oleh siapapun(manusia) kecuali oleh Allah swt. Dan penyaluran sahwat biologis biasanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi yang tidak bisa dilihat oleh siapapun kecuali Allah Yang Maha Melihat di kala terang maupun gelap. Itulah sebabnya orang yang rajin berpuasa Senin-Kamis di samping puasa wajib bulan Ramadlan, akan lebih bisa menjaga diri (iffah) dibanding orang yang tidak atau jarang berpuasa.
-Persoalan dan Solusi

Persoalannya sekarang adalah mengapa fakta di lapangan masih banyak - bahkan semakin bertambah- terjadi perselingkuhan dan perzinahan baik terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi ? Hal ini kalau kita kaji lebih mendalam, maka akan kita dapati kesimpulan bahwa ternyata akibat minimnya pelaku perzinahan tersebut dalam ibadah puasa. Sebab tidak mungkin orang rajin berpuasa, tapi masih mau berbuat zina atau perselingkuhan. Bukankah puasa bisa memecahkan / mengurangi syahwat ?

Maka akar persoalan yang terjadi di masyarakat baik itu berupa penyakit korupsi (musuh KPK), maupun perzinahan (penghancur tatanan hidup berumah tangga) adalah berasal dari persoalan pemahaman dan pelaksanaan ibadah puasa. Jadi selagi masih banyak orang yang tidak memahami dan tidak melaksanakan ibadah puasa, maka penyakit masyarakat (korupsi dan prostitusi) yang menjadi momok dewasa ini akan tetap terjadi. Berapapun anggaran yang dihabiskan oleh Pemerintah untuk memberantasnya , tetap tidak akan mampu menanggulanginya dengan tuntas..


Dari kenyataan tersebut, maka lebih baik anggaran yang besar itu dibagi menjadi dua. Setengah anggaran untuk tindakan prefentif (pencegahan) secara rohani, misalnya untuk memfasilitasi orang-orang agar mudah melaksanakan ibadah puasa. Untuk menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pelaksanaan ibadah puasa. Mendorong masyarakat terlebih para birokrat dan pejabat agar menjadi contoh teladan bagi rakyatnya dalam melaksanakan ibadah puasa Ramadlan. Mubtilat (penghancur) puasa seperti warung-warung penyaji makanan yang siap santap juga dibatasi untuk meminimalisir pelanggar-pelanggar puasa.

Dana setengahnya lagi diperuntukkan tindakan kuratif (penyembuhan). Seperti memberi sanksi (takzir) bagi pelanggar puasa bagi orang yang ber-KTP – Islam. Dan pemrosesan hukum bagi para koruptor dan pe-zina dengan tindakan nyata. Misal dengan hukuman penjara yang bisa menjadikan para pelaku benar-benar jera / kapok atas perbuatannya yang kotor. Memang itu semua membutuhkan keberanian dan dana yang cukup. Tapi insya Allah hasilnya akan bisa dirasakan oleh umat secara umum. Rakyat terlindungi dari penindasan ekonomi dan penindasan terhadap perlindungan keluarga.

Semoga kita dapat berpuasa dengan baik dan benar, sehingga memperoleh keberkahan hidup. Berkah sehat jasmani dan rohani, serta berkah rizki buat mengabdi pada Ilahi Rabbi. Dan menjadi teladan bagi setiap diri yang ingin berbenah hati di bulan suci. Wallahu a’lam bis shawab.


Read More..

Sabtu, 22 Agustus 2009

Ideologi Pancasila dalam Era Reformasi


Indonesia dalam perjalanannya yang panjang setelah menempuh perjalanan kemerdekaannya yang sudah mencapai usia 64 tahun, semakin banyak persoalan yang harus dihadapi. Di samping problem ekonomi yang menimpa bangsa ini, persoalan keamanan yang belum menentu terjaminnya, juga persoalan yang lebih menghawatirkan adalah persoalan Ideologi Negara.


Pancasila yang telah disepakati oleh Faunding Fathers negeri ini sebagai ideologi negara mulai mengalami getaran dan gesekan dalam cengkeraman ”Burung Garuda”. Kuku-kuku tajam burung Garuda mulai agak longgar dalam menggenggam tali buhul Pancasila. Telah banyak contoh yang bisa kita katakan di sini. Sebut saja kelalaian terhadap tegaknya nilai-nilai Pancasila yang ter-simbol-kan dalam lambang Burung Garuda atau Burung Elang Rajawali yang dimitoskan sebagai lambang perlindungan bangsa Indonesia.


Lagu-lagu kebangsaan-kepahlawanan banyak yang tidak lagi dihafal oleh anak-anak muda negeri ini. Tapi lagu-lagu cinta yang cengeng dan lebih menjurus ke arah seks lebih mudah populer dibanding lagu-lagu kebangsaan dan perjuangan tersebut. Seperti lagu Garuda Pancasila yang bernada heroik, lagu Indonesia Raya yang memupuk Sense of Belonging terhadap Indonesia dan sejenisnya tidak lagi bersarang di dada para kaum muda. Bahkan sampai acara kenegaraan pun bisa lupa dikumandangkan lagu wajib ini. Ironis ?

-Bukan sekedar Lambang

Garuda atau lebih tepatnya ”Garuda Pancasila” yang terpampang di setiap kantor-kantor baik Pemerintah maupun swasta selama ini lebih dipandang sekedar hiasan dinding. Tak ubahnya ibarat hewan-hewan Sirkus yang sudah tidak lagi mempunyai Yoni atau kekuatan magis bagi pemasangnya. Seperti kita ketahui bersama bahwa macan sirkus itu tidak galak lagi seperti ketika mereka masih ada di dalam hutan rimba. Ular yang besar sudah hilang bisa atau racunnya yang mematikan ketika dipermainkan Pawang dalam pertunjukan Sirkus. Demikian juga burung ”Garuda Pancasila” sekarang yang sepertinya tinggal tempelan dinding, tak lebih dari sekedar hiasan layaknya gambar-gambar burung lainnya.


Padahal Garuda Pancasila yang dipilih sebagai lambang negara semestinya mempunyai nilai-nilai luhur yang patut dan harus dipupuk terus menerus, tanpa terpengaruh oleh situasi apapun. Sebab nilai-nilai itu sifatnya universal dan kekal abadi. Sekedar membangkitkan kembali ingatan kita pada Pancasila dan nilai-nilainya yang mulai terpasung, maka mari bersama-sama kita simak sekilas.


Pertama : nilai historis yang tersimpan dalam tiap sayapnya ada 17 helai, pada ekor 8 helai, bulu kecil-kecil di bawah perisai ada 19 helai dan kecil-kecil di leher ada 45 helai. Ini melambangkan hari kemerdekaan Republik Indonesia (RI) terjadi pada : 17 – 8 - 1945. Dan perisai yang tergantung di leher burung Garuda Pancasila berisi lima lambang atau lima Sila sbb : Bintang bersegi lima melambangkan Ke-Tuhanan Yang Maha Esa, Rantai melambangkan Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Pohon Beringin yang rindang melambangkan Persatuan Indonesia. Kepala Banteng melambangkan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Dan Padi-kapas (pangan-sandang) yang melambangkan Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia.


Kedua : Nilai politis yang ada pada tulisan ”Bhinneka Tunggal Ika” yang berarti :berbeda-beda tetapi tetap satu. Ini adalah pengertian falsafah politik bagi ketatanegaraan Republik Indonesia yang lebih mencita-citakan Persatuan dan kesatuan bangsa. Suku boleh berbeda, ras boleh berbeda, agama boleh berbeda, tapi begitu menjadi warga negara Indonesia, maka yang ada hanyalah satu, yaitu Pancasila. Hal inilah yang jika nilai-nilainya kita pegangi dan kita perjuangkan secara terus menerus akan menjadi pemersatu bangsa ini.

-Goncangan-goncangan

Goncangan Bom yang sempat mengoyak ketenangan hidup berbangsa dan bernegara merupakan salah satu gangguan terhadap nilai-nilai Pancasila. Hal ini kalau tidak ditangani secara bersungguh-sungguh dan berhati-hati, maka bisa-bisa akan menjadi persoalan yang melebar dan menjadi bom waktu runtuhnya burung Garuda Pancasila. Karena apapun alasannya, bahwa pengeboman yang dilakukan oleh orang-orang teroris merupakan pengejawantahan dari gejolak ingin keluar dari nilai-nilai Pancasila tersebut. .


Demikian juga gerakan sparatisme yang terjadi di tapal batas atau wilayah-wilayah seperti Papua, Maluku, Aceh dll. juga menjadi hambatan pembangunan nilai-nilai Pancasila. Karena nilai-nilai Persatuan yang dibangun dalam bingkai Pancasila bisa kabur dan hilang, jika peluang sparatisme tidak ditutup. Persoalan yang sesungguhnya berasal dari asas keadilan dan kesejahteraan, bisa beralih menjadi persoalan Ideologis. Oleh karena itu tugas Pemerintah yang baru nanti, yang paling utama dan mendasar adalah mewujudkan nilai-nilai Pancasila dalam gerak nyata yang tertuang dalam program.

Kerukunan antar umat beragama –misalnya- tidak hanya melalui dialog saja, tapi hendaknya menjadi agenda nyata dalam kerjasama yang saling mendekatkan. Baik kerjasama ekonomi maupun kerjasama saling menjaga keamanan di setiap jengkal wilayah NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Letupan-letupan kecil yang menyulut pertengkaran antar umat beragama hendaknya diselesaikan secara politis dan ideologis. Dan melibatkan unsur-unsur terkait seperti tokoh-tokoh politik dan tokoh-tokoh agama, yang selama ini kurang dilibatkan oleh Pihak pemerintah/aparat keamanan.


Pembinaan budaya antar suku yang akhir-akhir ini kurang terpelihara dengan baik juga bisa menjadi salah satu pemicu kurangnya rasa nasionalisme. Sebab suku-suku yang bernaung di bawah burung Garuda Pancasila akan merasa bangga jika dihargai eksistensinya. Seperti suku Betawi -misalnya- yang dinilai (sekurang-kurangnya dalam film ) mulai terpinggirkan baik secara geografis maupun secara ekonomis, semakin lama akan semakin merasa tertindas di negerinya sendiri. Hal seperti ini hendaknya secepatnya memperoleh perhatian Pemerintah yang lebih serius, sebelum menjadi ledakan emosional seperti suku Kurdi di belahan negeri lain. Dan suku-suku lainnya yang menanti perhatian dari Pemerintah Pusat, terutama di wilayah-wilayah terluar yang berdekatan dengan negara lain.


Gejolak para teroris, gangguan kaum sparatis dan gangguan-gangguan lainnya tidak akan menjadi kekuatan yang menggangu Ideologi Pancasila, manakala kita semua mengajak kembali kepada buku pedoman berbangsa dan bernegara (RI), yaitu Pancasila. Karena Pancasila ibarat Kitab Sucinya umat beragama. Kitab yang menjadikan bangsa ini bersatu berdaulat dan kokoh dalam wadah NKRI. Kokoh dalam arti mampu membangun negerinya sendiri (berdikari) dan kokoh menghadapi gangguan asing. Semoga Pancasila masih tetap bersarang di dalam sanubari kita semua.

Read More..

Senin, 03 Agustus 2009

Panggil Aku si Jawa

“kamu harus ulet, kalau tidak ulet kamu bukan jawa”, begitu nasihat si Embah yang sering dismpaikan kalau lagi malas beljar. “kamu harus rajin, kalau tidak belajar kalau tidak belajar kamu bukan jawa”. Kalau lagi jika memarahi anak dan cucunya. Hinga aku ingat betul kalau simbah ngomong sambil teembakau nyelip di giginya.

Postur simbah yang agak gemuk membuatnya awet muda. Walau mbah kangkung (kakek)sudah lama meningal,tapi si mbah putri tetap sabar merawat anak-anaknya hinga dewasa. Bahkan lima anak datujuh anaknya sudah menjadi orang-orang yang mandiri dan terpandang. Raut wajahnya yang selalu bersinarseri menjirat wajah keibuan yang penuh tanggun jawab. Sebentar-sebentar bergerak,berdiri dan berjalan. Dan tidak jarang turut menyapu dan beres-beres perabotan rumah yang kurang pada tempatnya. Padahal usianya sudah delapan puluhan atau lebih.

”orang jawa itu pantang menyerah,”kata siembah seatu saat,”mbah kangkung tudak mengenal leah,” lanjutnya. ”Pagi hinga siang sibuk mengurus sawah, tetpi tapi malam harinya ikut bergerliya bersama tentara rakyak melawan penjajah.
Menurut simbah, bahwa embah kangkung itu potret manusia jawa asli. Selain ciri-cirinya yang kekar, agak ketihitaman kulitnya. Tidak trlalu tampan,tetapi juga tidak jelek. Juga ciri-ciri yang wataknya yang sabar dan bersahaja. Sabar menjalani roda kehidupan. Hinga suatu saat terjadi paceklik, kalau istilah sekarang krismon,mahal beras,mahal pakaian dan semuanya serba mahal. Si embah kakung bilang: ”hidup itu harus seoerti air.”Fisolofi air itu yang prtama selalu mengalir ketempet rendah merendah (murah hati). Kedua,air itu patang menyerah. Ringtan apapun harus dilawan. Batu sebesar apapun bisa diterjang oleh air. Ktiga,air itu mencari temanya.mengunpal sesama air. Bersatu meng hadapi segala hambatan,kalau toh batu itu tidak hangat ,ya harus lewt celah-celahnya.yang penting air bisa berjalan bersama-sama.

Maka tidak aneh kalau simbah putri yang single parent itu tetap bisa berhasil menghartakan anak-anknya hing sukses. Padahal kalau dihitung-hitung dari segi harta tidak mungkin membiyayai anak-anaknya sampai ke peguruan tingi.apa lagi sampai S2atau S3. tapi mungkin berkat fisolofi jawayang dipengangi si mbah, mereka patuh pada orang tua,rajin belajar,rajin bekerja rajin dan ta’at beragama. Tidak diantara anak-anknya yang bandel.
# # #
Ketika aku di sekolah aku sering mendapat oelakuan yang kurang baik. Teman-temanku lebih sering memangil aku ”SI JAWA” dari pada nama asliku Ramadan, aku diberi nama Ramdan oleh orang tuaku, karena aku lahir tepat lahir dibulan Ramadhan. Memang begitulah kebiasan orang-orang jawa zaman dulu memberi nama anak-anaknya mengikuti situasi. Misalnya kalau bulan juli,ya diberi nama juli. Jika lahir dalam keadaan susah,diberi nama prihatin. Dan begitulah keadan yang terjadi. Tidak seoerti sekarang, kebanyakan ank-naknya diberi nama mirp artis idola orang tuanya.

Walaupun teman-temanku tahu namaku Ramadan, tapi lebih banyak memangil ku sijawa,dari pada ramadan. Suatu hari aku bertanding voly ball,teman-temanku menyorki aku :”jawa,jawa,jawa”. Bahkan pak stpam ikut memangil ku ”si Jawa”.”harusnya sorakn itu membuatku semakin semangat bertanding tapi pada sa’at itu. Sorakan mereka justru membuatku jatuh lemas dan tak bersemangat. Hampir saja aku keluar dari pertandingan. Ngmuk dan menojoki stu persatu temanku. Sebaba mereka itu mengolok–olok aku . bahkan menyajungku. Pada awal nya aku dongkol dan kesl jika dipangil si jawa.sakit sekali hatiku,jika mereka menmangilku sijawa. Namun lama-lama aku bisa menerimanya,wlau agk terpaksa.
Kenapa aku bisa menerima pangilan trsebut? padahal semula aku benci, sebab ketika aku teringat nasehat simbah putri yang mengatakan ”orang jawa itu ulet ”. Orang jawa itu rajin, dan sebagian lainya ”. Maka aku berbalik seratus delapan puluh derejat. Tadinya marah jika dengan kata jawa ,kini bangga dan senag. Panggilan itu justru mampu membakar semangatku. Semangt belajar dan semangat berkerja .
”Akan aku berikan bahwa kepada meraka Si Jawa itu tidak hjelek,”bisik hatiku suatu sa’at.”aku harus menujukan pada dunia, bahwa aku bisa.”begitulah terus menerus pikiran ku terpenuhi oleh byangan wajah simbah yang penuh dedikasi ternadap keluarga dan juga terhadap bangsanya. Si mbah memang benar, bahwa keberhasilan tidak bisa dengan santai-santai. Tuhan juga tidak akan merubah nasib sekarang, jika orang itu tidak mau merobahnya.
# # #
Pada akhirnya,seuatu hari aku dinyatakan sebagai juara satu olimpiade fisika tingkat nasional. Semua guru-guru menyalamiku,demikian juga teman-temanku. Semua menyalami dan mengucapkan selamat. Semua bersorak sorai memberikan aplus kepadaku. Mereka banga dan girang kalau ada temanya yang sukses sampai tingkat nasional. Apa lagi kesuksesan itu membawa nama baik sekolah dan teman-temanku.
Wah hasil kejuaraan yang digelar berbulan-bulan mulai tingkat kota sampai porvinsi dan nasional, selalu diliput oleh berbagi media masa cetak mupun elektronik.tentunya mendrokat nama baik sekolah,yang akhir-akhir ini sudah banyak anak-anak sekolah yang tawuran, kasus narkoba,geng-gengan dan berbagai kenakalan remaja lainya.
Tapi sebaliknya,disat-saat mereka bergembira-ria jusru semakin sedih, tak ter bendung air mataku lagi. Karena aku teringat simbah. ”Seandainya saja si mbah meliohat cucunya berhadil tentu dia senag dan bahagia.” begitu hatiku berbisik.

Sewaktu menjelang keberangkatan ke tanah suci mekah, untuk dihajikan oleh oleh anak-ankanya simbah sempat berpesan kepadaku lagi ,”kamu bukan jawa,kalau tidak pintar.” mungkin maksud simbah mungkin menghibur aku. Wajah tidak ganteng, harta tidak banyak. Lalu tidak apa dapat dibagakan. Hanya dengan ilmu dan kerja keras yang bisa mentupi kekuanganku.
Barang kali air mataku dan do’a dibalik kesukseskan ku dalam kejuaraan olimpiade fisika itulah yang bisa kupersembahkan buat simbah.” semoga nasihatmu menjadi jariah disisi tuhan yang meyngimu”.do’aku pelan ditengah keramaian teman-temanku yang lagi asik menyanjungku.
Read More..