"Welcome to LENTERA ISLAM" Semoga bermanfaat Happy Reading

Rabu, 22 Mei 2013

Tradisi Mulia

Tradisi adalah adat kebiasaan yang turun menurun dijalankan di tengah-tengah masyarakat. Dalam pandangan Islam, tradisi itu ada yang baik/mulia (al-‘Urf al Shahih) dan ada yang buruk (al’Urf al-fasid). Kegiatan tahunan seperti larung laut, membuat sesajen yang digantung di tiang pelampang pada waktu hajatan, injak telur ayam oleh penganten pria pada saat temu penganten putri, memakai kerudung berdua saat menjelang dan sedang ijab qabul, adalah termasuk tradisi buruk. Sedangkan tradisi memperingati Maulid nabi, membaca al-Qur’an atau Tahlilan pada saat kematian, istighotsah (do’a mohon pertolongan Allah) pada saat dilanda bencana, selamatan (mengundang tetangga untuk makan-makan), adalah termasuk tradisi baik.
Pesantren digolongkan sebagai komunitas tradisional, karena Pesantren berpegang teguh pada tradisi. Banyak tradisi di dalam kehidupan Pesantren yang hingga hari ini menjadi kegiatan pokok. Dan pada umumnya Pesantren di Indonesia masih kental dengan tradisi-tradisi yang hampir sama dengan tradisi di masyarakat. Karena memang Pesantren tumbuh dari masyarakat. Seperti kegiatan baca Rawi (Riwayat/sejarah Nabi saw.) atau Maulid Diba’, Barzanji, Syaroful Anam, dll, Baca Yasin dan tahlil setiap malam Jum’at, pakai gamis atau baju koko putih bila solat Jum’at, Sholawatan (do’a dan puji-pujian untuk Nabi saw), Wiridan, dll. 

 
Kegiatan sejenis Tahlilan dll. merupakan tradisi turun temurun yang ternyata menjadi sarana efektif untuk melancarkan Dakwah Islamiyah. Betapa tidak, para Ulama’, para Auliya’, para Habaib, Kiai, Ajengan, Tuan Guru, dsb. telah berhasil mengislamkan masyarakat Indonesia dari Hindu – Budha dan animis  menjadi Islam mayoritas. Dan Islamisasi yang dilakukan oleh para Wali Songo merupakan prestasi yang luar biasa dalam pelaksanaan Dakwah Islamiyah di Pulau Jawa. Tanpa ada kekerasan dan  pertumpahan darah. (bandingkan dengan orang-orang Eropa yang telah memaksakan agama Nasrani dengan segala bentuk kekerasan dan penjajahan yang gagal meraih simpati penduduk Indonesia).
Para tokoh spiritual Muslim Tradisional seperti para Kiai NU (Nahdlatul Ulama) sangat kuat memegang tradisi religiusnya. Sehingga dalam kegiatan kesehariannya yang bersifat spiritual bisa dirasakan dan diindera. Tidak seperti pandangan tokoh-tokoh lain yang memandang spiritual sebagai sesuatu yang abstark. Karena dengan rasa spiritual yang nyata dan faktual dapat menimbulkan rasa bangga sebagai orang muslim. Sebagai contoh, para santri, asatidz, Kiai, Ajengan sangat bangga dengan pakaian khasnya, seperti sarung, baju koko, dan berpeci. Dari identitas inderawi itulah yang membuat darah kemuslimannya mengalir dalam aktifitas Dakwah Islamiyah.
Jepang dengan berbagai tradisi leluhurnya telah berhasil memajukan bangsa dan negaranya. Tidak sekedar baju Kimono, atau olah raga Sumo, tapi juga beragam tradisi spiritual yang diusung sebagai pondasi pengembangan teknologi industrinya. Dan ternyata bangsa jepang mampu bersaing dengan bangsa Barat tanpa kehilangan tradisinya. Demikian juga bangsa Indonesia yang sedang melakukan berbagai perubahan dalam berbagai aspek pembangunan, tetap berpijak pada tradisi lokalnya. Dan keberhasilan pembangunan Indonesia justru terletak pada sektor-sektor yang beriringan dan sejalan dengan tradisi. Atau biasa disebut dengan kearifan lokal.  Lingkungan yang ramah dan bersahabat dengan masyarakat di suatu daerah lantaran tradisi masyarakat local yang kental dengan tradisinya. Seperti anti pencemaran lingkungan, tidak menebang pohon sebelum usia pohon itu ratusan tahun, tidak mau meracun air sungai atau setu dll. 
Demikian juga Rasulullah saw. dalam banyak hal sangat menghormati aktifitas yang telah mentradisi di kalangan bangsa Arab. Seperti Ibadah Thawaf yang merupakan perintah Allah swt. adalah merupakan salah satu tradisi bangsa Arab sebelum Islam datang. Kemudian diabadikan dalam islam dengan format baru. Mengelilingi Ka’bah tetap dipertahankan, tapi isi dan essensinya diganti. Kalau masyarakat jahiliyah mengelilingi Ka’bah dengan bernyanyi-nyanyi dan bertepuk-tepuk tangan, maka islam mengelilingi Ka’bah dengan berdo’a kepada Allah swt.
Dari fakta-fakta yang ada sebenarnya dapat dikatakan bahwa kemajuan bangsa Indonesia akan diperoleh manakala proses pembangunan sejalan dengan tradisi khas Indonesia, bukan nyontek (copy-paste) dari Barat yang terbukti keropos nilai-nilai kemanusiaannya. Dan Pesantren adalah salah satu pilar bangsa ini dalam mengemban misi tradisionalnya. Dengan demikian Pesantren bukan saja sebagai penyeimbang, tapi justru pilar utama dalam upaya penyelamatan bangsa dari kemajuan (keterpurukan) modernisasi.
Dan pada gilirannya Para pegiat pesantren akan dapat menjabarkan segala kegiatan religiositas para santri ke dalam nilai-nilai kehidupan. Dan secara bersamaan masyarakat merindukan Pesantren sebagai pondasi pendidikan anak-anaknya sebelum memasuki dunia Perguruan Tinggi atau Universitas. Dengan begitu Pesantren harus mampu memberikan Ilmu-ilmu dasar yang sangat variatif untuk dilanjutkan dan dikembangkan di Perguruan Tinggi manakala para alumninya telah memasuki dan memilih fakultas-fakultas yang sesuai dengan bakat dan minatnya. Dan kecenderungan masyarakat untuk memasukkan anak-anaknya kini bukan dominasi masyarakat pedesaan, tapi justru masyarakat perkotaan, kaum Intelektual, professional dan kaum cendekiawan. Karena mereka melihat nilai-nilai kepesantrenan mampu menjadi kekuatan yang handal dalam memenej potensi dirinya. Sehingga lulusan Pesantren cenderung berhasil menyelesaikan pendidikan/kuliahnya disbanding anak-anak di luar Pesantren. Wallau a’lam bis shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar