"Welcome to LENTERA ISLAM" Semoga bermanfaat Happy Reading

Rabu, 16 Juni 2010

Kaum Pesantren



Seperti diketahui dalam sejarah Islam Indonesia bahwa penyebar utama ajaran Islam di bumi Indonesia adalah para Masya yih dan para Wali , khususnya Wali Songo (Sembilan). Mereka itu dikenal dengan penganut Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang arif dan konsisten (teguh pendirian). Sehingga mendakwahkan Islam dengan moderat, kearifan, dan mereka lakukan dengan tadrij/bertahap atau evolusi bukan revolusi. Hasilnya, Islam di Indonesia menjadi agama yang merakyat, dianut oleh banyak orang tanpa melakukan pemaksaan kehendak, apa lagi pertumpahan darah.  Islam dibawa dengan damai (Rahmatan lil ‘Alamien).
Para Wali dan Ulama berdakwah di Indonesia tidak dengan menghancurkan candi-candi orang Hindu/Budha atau menghancurkan patung serta berhala, tapi dengan cara akulturasi. Pembauran budaya dan tradisi. Dan Tradisi lama yang tidak sesuai dengan Islam diberantas dengan bertahap, sedangkan tradisi yang tidak bertentangan dengan Islam dibiarkan terus keberadaannya dan diberi nafas Islam.


Puncak kejayaan penyebaran Islam di Indonesia ditandai bermunculannya pondok-pondok pesantren di seluruh Indonesia. Dari pesantren (sebut alumni pesantren) lahirlah masyarakat santri yang hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. Para Alumni pesantren seperti lampu-lampu neon yang menerangi kegelapan masyarakat. Maka dengan waktu yang terus berjalan, masyarakat berkembang dengan membawa ajaran yang diperoleh dari pesantren, terutama ajaran Tauhid dan tasawuf, dan diikuti dengan fiqih.

Gerakan Madzhab

Para Waliyullah dan masyayih tersebut adalah mereka yang berhaluan Sunni dan mayoritas bermazhab  Syafi’i, sekalipun tentunya ada juga yang bermazhab, Maliki, Hanbali dan Hanafi. Namun semuanya bermazhab pada salah satu mazhab Empat tersebut.  Begitulah perkembangan Islam dari masa ke masa, sampai pada suatu masa muncul Ulama besar Indonesia seperti Syekh Nawaw al-Bantani - Banten, Syekh Mahfudz At-Turmusi Jawa Timur, yang menjadi panutan para ulama-ulama Indonesia yang bermazhab kepada para Imam Mujtahid Empat.

Maka ketika terjadi runtuhnya kekuasaan Turki Usmani di tataran Internasional, muncullah gerakan Wahabi di Saudi Arabia saat Arab dikuasai oleh Raja Abdul Aziz Ibn Sa’ud. Dan Abdul Aziz menjadikan faham Wahabi sebagai faham resmi yang dianut oleh Negara Saudi.
Gerakan Wahabi adalah gerakan yang disebarkan oleh Muhammad Abduh yang berpangkal pada ajaran Ibnu Taimiyah. Sehinnga anak-anak Indoesia yang belajar di Saudi ada juga yang tertular faham wahabi ini dan dibawa pulang ke Negara Indonesia.  Pokok ajaran Ibnu Taimiyah adalah tidak mau bermazhab, tapi mengajak berpedoman pada Al-Qur’an dan Hadits saja.

Namun demikian masih banyak santri-santri yang belajar di Arab Saudi tidak terpengaruh sedikit pun oleh gerakan Wahabi tersebut. Seperti K.H.Hasyim Asy’ari, K.H.Abdul Wahhab Hasbullah, K.H.Bisri Sansuri dll. Mereka tetap setia kepada guru dan tokohnya, yakni Syekh Nawawi Al-Bantani dan Sekh Mahfudz At-Turmusi. Yaitu tetap berpegang teguh pada mazhab yang dianutnya.

Gerakan Wahabi di Indonesia dengan membawa issu pembaharuan pendidikan. Mereka menyeru agar umat Islam keluar dari Imam Mazhab Empat, bahkan mereka menolak ajaran tarekat atau tasawuf yang telah berkembang di kalangan umat Islam. Di samping itu gerakan Wahabi membawa issu “ Berkedok Pemberantasan khurafat, tahayul dan bidah”. Sehingga Pemerintah Arab Saudi (Raja Abdul Aziz bin Saud) waktu itu sempat meratakan semua makam para Syuhada’ dan Ulama di bumi Jazirah Arab. Dan hampir saja Makam Rasulullah saw yang mulia itu akan dibumi ratakan.

Dalam kongres Umat Islam Indonesia (1924 dan 1925 dan 1926M )  yang dihadiri oleh tokoh-tokoh muslim Indonesia dinyatakan akan mengirim utusan dari Indonesia untuk menghadap kepada raja Saudi yang diwakili oleh tokoh modernis : H.O.S Tjokroaminoto dan K.H.Mas Mansur. Karena Tokoh-tokoh Pesantren disingkirkan dalam permainan Kongres Umat Islam tersebut, akhirnya para Kiai Pesantren membentuk delegasi tersendiri yang dinamakan delegasi Komite hijaz. Dan dikirimlah K.H.Abdul Wahab Hasbullah dan Sekh Ahmad Ghunaim al-Misry untuk bertemu langsung kepada Raja Saudi agar ajaran ajaran Mazhab Empat tetap dihormati.

Dan Al-Hamdulillah, hasilnya menggembirakan, dalam Komite Hijaz yang dihadiri oleh delegasi Ulama Pesantren ( K.H.A.Wahab Hasbullah dan K.H.A.Ghunaim) tersebut. Dengan keluarnya jawaban lisan dan tertulis bahwa, Pemerintah Arab Saudi berjanji untuk menjamin dan menghormati ajaran-ajaran Mazhab Empat dan Ahlus Sunnah wal-Jama’ah di seluruh wilayah kerajaan Arab Saudi.  Salah satunya, “Makam Rasulullah saw. batal digusur oleh Pemerintah Arab Saudi”. Sampai hari ini umat Islam dari seluruh dunia bisa berkunjung ke Makam Rasulullah saw yang ada di samping Raudlah, masjid Nabawi, Madinah Al-Munawwarah.



Ulama Pesantren Bersatu

Setelah keberhasilan Komite Hijaz, maka para Kiai atau Ulama Pesantren bersatu padu dalam mengembangkan dan mempertahankan faham Ahlus Sunnah wal-Jama’ah. Terutama mempertahankan aqidah dan syari’ah dari serangan-serangan ideologis kaum modernis. Maka tepatnya pada tanggal : 31 Januari 1926 M atau  tanggal 16 Rajab 1334 H. para Ulama Pesantren berkumpul di rumah K.H.Abdul Wahab Hasbullah di Surabaya yang dihadiri antara lain oleh : K.H.Bisri Sansuri, K.H.R.Asnawi, K.H.Ma’sum, K.H.Ridwan, K.H.Abdullah Ubaid, K.H.Abdullah Faqih dll. Dari pertemuan itu, maka lahirlah jam’iyah Nahdlatul Ulama (NU).

Tujuan berdirinya NU oleh para Kiai Pesantren ini : Pertama, untuk mempersatukan langkah umat Islam dalam melawan Penjajah Belanda yang sangat membatasi langkah dan gerak umat Islam , khususnya pergi Haji. Belanda kuatir kalau umat Islam banyak yang pergi haji nanti akan semakin kuat gerakan mereka dalam penentangannya terhadap Belanda karena terpengaruh oleh umat Islam dari Negara-negara lain.

Kedua, terdorong oleh prinsip :  المحافظة على القديم الصالح والاخذ بالجديد الاصلح"
 “Memelihara yang lama yang baik dan mengambil yang baru yang lebih baik” . Terutama ingin mempersatukan kaum muslimin yang setia mengikuti Rasulullah saw, para sahabatnya, para Tabi’in, Tabi’it Tabi’in.
Dan mereka para penganutnya inilah yang kemudian disebut sebagai kelompok tradisional (mazhab Asy’ariyah). Yang berbeda dengan kelompok bid’ah atau Mu’tazilah atau sering disebut kelompok Liberal dalam Islam.

Dalam “Qanun Asasiy“ yang ditulis oleh K.H.Hasyim Asy’ari, beliau mengatakan bahwa Muhammad Abduh, Rasyid Ridla, Muhammad bin Abdl Wahab, Ibnu Taimiyah, dan dua muridnya Ibn al-Qayyim dan Ibn Abdul Hadi , mereka ini telah menjadi fitnah bagi kaum Muslimin di seluruh dunia. Sebab mereka telah mengharamkan praktek yang telah disepakati umat Islam sebagai bentuk kebaikan seperti ziarah ke makam Rasulullah saw. Maka gerakan mereka yang anti ziarah makam Nabi dan para wali serta anti mazhab mesti segera dihambat agar tidak menjalar ke mana-mana.”

Karena itu semua telah dijalankan oleh para Sahabat Nabi saw. dan Ulama Salafus Shalih, yang sesuai dengan sabda Nabi saw :

عليكم بسنتي وسنة الخلفاء الراشدين المهديين"”, “Hendaklah kamu sekalian ber-

pegang teguh kepada Sunnah Nabi dan Sunnah al-Khulafaur Rasyidien yang

mendapat petunjuk.” Dan sabda Nabi : أصحابي كا النجوم إذا اقتديتم إهتديتم "”.

Wallahu a’lam bis-shawab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar