"Welcome to LENTERA ISLAM" Semoga bermanfaat Happy Reading

Senin, 14 Juni 2010

Tawakal itu TIDAK Lemah


Ketika jatuh miskin tidak punya apa-apa, tidak mau usaha dan bekerja. Alasannya ”Ya, aku tawakal saja”. Ketika sakit, tidak mau ke dokter untuk berobat. Alasannya, ya aku tawakal saja. Kalau memang Allah menghendaki saya sembuh, kan sembuh sendiri.” Aku berserah saja kepada Allah.” Pernyataan semacam ini nampaknya seperti benar dan sangat baik dalam beragama. Padahal pada hakekatnya pernyataan tersebut sangat menyesatkan. Menjadikan orang malas dan tidak kreatif.

Lalu bagaimana tawakal yang benar ? Islam melarang manusia diam tak berusaha. Apalagi menyerah pada nasib. ”Sungguh Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, sehingga mereka yang merubah nasibnya sendiri.” Jadi meninggalkan usaha atau bekerja itu tak sejalan dengan ajaran Islam. Sebab tawakal itu adalah justru merupakan buah dari usaha dan bekerja. Setelah berusaha semaksimal mungkin, maka seseorang akan mencapai derajat tawakal.
Seseorang yang tahu akan tujuan mengapa dan untuk apa ia bekerja, ia akan merasakan nikmatnya bekerja. Jadi kerja itu sendiri sudah nikmat. Sebelum datangnya hasil sudah menikmati. Sebab ia merasa bahwa badannya ditakdirkan oleh Yang Maha Kuasa dapat bekerja. Maka ia tak kan berhenti bekerja. Ia bekerja apa saja. Gerakan dari setiap otot dan anggota badannya sudah mendatangkan nikmat tersendiri. Apalagi jika ia bisa mengetahui hasilnya.

Orang beriman akan melihat tujuan setiap kerjanya. Tak mungkin ia bekerja tanpa mengetahui tujuan hasil dari kerjanya. Sabda Nabi saw. ”Tarkuhu maa laa ya’nihi”: meninggalkan segala sesuatu yang tidak ia butuhkan.” Jadi setiap menit atau jam ia bekerja, pasti yang mendatangkan manfa’at.
Dan orang beriman melihat hasil kerja tidak cukup terbatas hasil di dunia, tapi juga melihat hasil akhir (ending goal) nya. Jika ia berhasil di dunia , ia akan bertambah rasa sukurnya. Tapi jika gagal di dunia, maka ia masih punya harapan bahwa hasilnya akan diperoleh kelak di hari akhirat. Jadi tak ada perbuatan orang muslim yang sia-sia. Semua penuh nilai dan arti. Apa lagi jika perbuatannya dituntun oleh bimbingan syari’at, pasti akan ada balasannya. Karena Allah sudah menjanjikannya balasan pahala buat setiap amal baik, minimal sepuluh kali lipatnya.
Manfa’at Usaha

Setiap usaha manusia pasti ada hasilnya. Menurut Syaikhul Imam al-Ghazali dalam kitabnya Ihya Ulumid dien, bahwa usaha manusia itu ada dua macam. Ada usaha yang terkait dengan hal positif. Pertama, usaha untuk mendatangkan sesuatu yang belum kita miliki. Seperti kita bekerja di kantor, atau bekerja di pasar, bertani di sawah atau di kebun. Itu semua kerja yang akan mendatangkan hasil yang sekarang belum kita miliki. Setelah selesai kerja, baru kita peroleh hasil. Kedua, pekerjaan untuk menjaga milik kita. Misal kita berusaha menyimpan barang yang kita miliki kita hemat agar tidak cepat rusak atau cepat habis. Agar tidak berbuat boros.

Dan ada usaha yang terkait dengan hal negatif. Yaitu perbuatan menolak bahaya yang dimungkinkan akan menimpa kita. Misalnya melawan perampok, melawan pencuri, menghalau binatang buas yang akan menerkam kita dll. Dan ada usaha yang berupa menolak bahaya yang sudah jatuh atau menimpa diri kita. Misalnya berobat ketika datang sakit.
Jadi orang muslim yang baik, ia tidak akan keluar dari koridor kerja tersebut. Mendatangkan manfa’at (jalbul mashalih) atau menolak bahaya (dar-ul mafasid). Bekerja mencari uang untuk membiayai hidup diri sendiri maupun keluarga termasuk usaha yang dipuji agama. Usaha menjaga dari setiap bahaya yang mengancam kehidupan, juga dipuji oleh agama. Walhasil, tidak boleh ada kerja yang keluar dari dua batasan tersebut. Kalau saja terjadi, maka itu akan sia-sia, bahkan bisa merugi.

Itulah sebabnya Allah berfirman :”Faizaa faraghta fanshab, waila Rabbika Farghab. ” Apabila kamu sudah menyelesaikan satu pekerjaan, maka segeralah bekerja yang lainnya (berikutnya) –artinya jangan menunda-nunda pekerjaan. Dan setelah itu, maka kembalilah kepada Tuhan-Mu. Artinya segeralah menuju ibadah (penyembahan) kepada Tuhanmu. Jadi kerja dunia, juga kerja untuk akhirat (ibadah mahdlah). Baru itu namanya hidup seimbang.
Setelah melihat uraian tersebut di atas, maka dapat kita simpulkan bahwa orang yang tawakal itu tidak lemah. Sebab ia justru akan menjadi kuat dan tegar dalam menjalani roda kehidupan. Kuat menjalankan kerja , karena ia tahu akan hasil yang akan dicapai. Dan ia tegar menghadapi tantangan, karena ia tahu bahwa usahanya akan menyelamatkan dirinya.
Kalau saja kita semua menjalankan ibadah puasa dengan benar sesuai dengan syarat dan rukunnya, maka insya Allah kita akan menjadi orang yang Mutawakkilin. Yaitu orang yang berdiri di bawah naungan Tuhan. Di bawah perlindungan Allah. Merasa kuat, karena di balik usaha kita ada tangan Yang Maha Kuat. Dan kita tidak akan pesimis menghadapi tantangan hidup, karena di balik usaha kita ada Kekuatan yang Senantiasa mendengar setiap do’a dan tangisan kita. Dan Siap mengabulkan do’a-do’a yang dipanjatkan. Dia berfirman :”Ud’uni astajib lakum : Bermohonlah kepada-Ku, niscaya Aku kabulkan.”

Dengan demikian yang diperlukan oleh umat Islam sekarang bukannya kerja apa ? Tapi kita bekerja atau nganggur saja. Sebab kita masih melihat begitu banyak manusia-manusia yang tidak mengisi waktunya dengan baik. Ketika longgar waktunya hanya dipakai tiduran atau ngobrol sana-sini yang tidak jelas juntrungannya. Bisa-bisa malah mendatangkan fitnah. Mengapa tidak –misalnya- ketika longgar waktu kita gunakan untuk mengcriet kerja kita agar lebih baik lagi. Atau kita gunakan membaca ayat-ayat Al-Qur’an agar ruhani kita terisi dengan nilai-nilai Ilahiyah yang akan melahirkan karya-karya yang dahsyat tentunya. Sebab Al-Qur’an selain mengandung nilai ubudiyah, juga menjadi sumber inspirasi bagi setiap pembacanya.

Firman Allah swt. tidak sama dengan bacaan-bacaan lain. Sebab firman Tuhan itu mengandung nilai spiritual yang tidak bisa dibahasakan dengan mudah, tapi bisa dirasakan oleh setiap pembacanya. Seperti ada kekuatan magis yang mampu mengantarkan manusia kepada maqam yang lebih tinggi. Demikian tulisan singkat ini, semoga menjadi sumber inspirasi bagi kita yang sedia merenungkannya. Amin yaa Rabbal Aalamien.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar