![]() |
Oleh : A. Mahfudz Anwar |
Pilkada (Pemilihan Kepala
Daerah) yang serentak diselenggarakan oleh Pemerintah di Kabupaten dan Kota
seluruh Indonesia masih lima bulan lagi ( Desember 2015). Tapi tahapannya sudah
dimulai dari sekarang. Mulai dari revisi Undang-undang, penjaringan calon dari
berbagai Elemen, sampai tahap pendaftaran. Dan sudah mulai terasa
gesekan-gesekan antar partai tentang jago nya masing-masing yang akan diusung.
Mulai dari gesekan internal dalam partai, sampai gesekan antar partai satu
dengan partai lainnya.
Hal ini turut memanaskan
situasi Pemerintahan dan masyarakat luas pada umumnya yang sedang menghadapi
tingginya harga-harga barang dan tingginya nilai Dolar terhadap Rupiah. Kalau
saja tidak pandai-pandai mengelola Pemerintahan ini, maka tidak menutup kemungkinan
akan terjadi kerusuhan di mana-mana. Bisa saja kerusuhan itu bertajuk Agama,
bertemakan Suku, ataupun tentang Budaya, tentang Ekonomi atau
wujud kerusuhan lainnya. Maka diteksi dini yang diharapkan melalui peran Intelijen
kita sangatlah wajar menjadi pengharapan semua rakyat Indonesia.
Di samping itu amatlah penting
peran daripada Tokoh-tokoh Agama, Kepala-kepala Suku dan Tokoh Adat dalam
mengantisipasi timbulnya gejolak yang tidak diinginkan tersebut. Sebab resiko
kerusuhan pasti tak terhindarkan lantaran persaingan para kandidat Pemimpin
Daerah yang sedang bersaing untuk memperebutkan Kursi nomor satu dan dua.
Apalagi jika ada di antara mereka yang melakukan cara-cara negatif, sehingga
menghalalkan segala cara.
Mencintai Rakyat
Sudah barang tentu semua
masyarakat mengharapkan mempunyai Pemimpin yang terbaik untuk daerahnya.
Pandangan skeptis dan pesimis barangkali tidak terlalu banyak
mempengaruhi jalannya Pilkada nanti. Sebab masih banyak rakyat Indonesia yang
mempunyai optimisme membangun negara ini melalui Pemerintahan yang
bersih dan berwibawa. Terbukti dengan banyaknya suara rakyat yang mencibir
praktek-paraktek korupsi, kolusi dan
nepotisme. Masih banyak rakyat yang mengharapkan kuatnya peran pengawasan
lembaga-lembaga seperti KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), peran Kepolisian,
Peran Pengadilan, dll.
Persoalannya adalah apakah para
Calon Pemimpin Daerah yang akan bertarung nanti itu memahami kondisi dan
kebutuhan rakyat yang akan dipimpinnya ? Hal ini penting didiskusikan mengingat
ada semacam kebosanan dari sebagian rakyat atas sikap-sikap Pemimpin yang
pongah terhadap kondisi rakyatnya. Tidak memahami apa yang dibutuhkan dan
diinginkan oleh rakyat. Yang ada adalah kebutuhan dan keinginan Pemimpin itu
sendiri.
Misalnya kebutuhan rakyat akan
perumahan yang layak huni dan milik sendiri. Ternyata masih banyak rakyat ini
yang belum mampu membeli rumah walau dengan harga murah. Dalam kondisi semacam
ini, tiba-tiba ada aturan/kebijakan yang membolehkan Warga Negara Asing
memiliki rumah di negeri ini. Belum juga mampu mengatur serta menyediakan
rumah-rumah rakyat yang menjadi kebutuhan vital, sudah mengeluarkan aturan yang
tidak pas. Contoh lain lagi kebutuhan bahan pokok makanan rakyat Indonesia
belum terpenuhi dengan baik, persaingan ekspor-impor bahan makanan kurang ketat
diawasi. Belum lagi persoalan infra struktur yang masih belum merata menjangkau
semua daerah. Dan masih banyak lagi persoalan yang perlu perioritas
penanganannya.
Maka Pemimpin yang di-Idamkan
adalah Pemimpin yang berani mencintai rakyat yang dipimpinnya. Yaitu Pemimpin Daerah
yang mampu memenuhi kebutuhan Rakyatnya. Mampu membangun daerahnya dengan baik
sesuai dengan kondisi alam sekitarnya. Sehingga rakyat di suatu daerah merasa
nyaman dan nikmat hidup di daerah tersebut bersama Bupati atau Walikota yang
mereka pilih. Mereka tidak ingin ramai-ramai pergi ke kota atau ke luar daerah
sekedar mengejar rejeki. Sebab lapangan kerja telah tersedia dengan cukup di
daerahnya masing-masing.
Maka Pemimpin daerah yang
diharapkan bukan Pemimpin yang bisa meninabobokkan rakyat dengan iming-iming dan
janji-janji perubahan saja. Tapi Pemimpin itu benar-benar berani mengambil
resiko dalam pengambilan keputusan yang tidak populer, tapi menguntungkan
rakyat. Rakyat benar-benar dijadikan dasar pokok dalam setiap pengambilan
keputusan. Bukan hanya memperhatikan kepentingan atasan atau Pejabat di
atasnya, atau hanya memperhatikan kepentingan investor saja, tapi justru
memberdayakan rakyat dan bersama-sama rakyat mengembangkan potensi daerah.
Untuk membangun Daerah yang
berkelanjutan diperlukan SDM (Sumber Daya Manusia) yang berkualitas. Maka
pendidikan mutlak diperlukan. Banyaknya generasi muda yang putus sekolah adalah
salah satu indikator kegagalan Pemimpin Daerah atas pembangunan SDM tersebut.
Sekalipun berdalih bahwa belajar adalah hak setiap orang. Di mana hak itu bisa
diambil juga bisa tidak. Tapi Hak itu juga menjadi kewajiban bagi Pemimpin
dalam memberikan hak itu kepada pemilik hak yang sebenar-benarnya. Dalam hal
pendidikan bukan sekedar menyediakan sarana dan prasarananya saja, tapi lebih
dari itu adalah upaya mendorong rakyat agar mau belajar/mau bersekolah. Dan itu
perlu gerakan moral yang didukung oleh
kebijakan Pemimpin dan dituangkan dalam sebuah aturan yang mengikat.
Semoga saja dalam Pilkada kali
ini rakyat semakin cerdas. Bukan memilih calon Pemimpin Daerah berdasarkan
pemberian uang saja, tapi juga berdasarkan kriteria yang sesuai dengan harapan
rakyat semua. Rakyat perlu diedukasi bahwa Pemimpin itu tergantung kita
yang memilihnya. Jika kita benar memilihnya, maka ke depannya akan
menguntungkan rakyat. Tapi jika kita salah memilih Pemimpin, maka ke depan juga
rakyat yang dirugikan. Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar